Rabu, 22 Oktober 2014

Romo Kyai Hamid dan Aktualisasi Tasawuf di Era Kontemporer

1.    Biografi Kyai Hamid

Nama                           : Abdul Mu’thi (dul)
                                      Putra keempat dari tujuh belas bersaudara.
Tempat tanggal lahir   : Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang (jateng)  1333 H.
Pendidikan                  : Pesantren Talangsari, Jember; Pesantren Kasingan, Rembang, Jateng;
                                      Pesantren Termas, Pacitan, Jatim.        
Pengabdian                 : Pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan.
2.      Keluarga  beliau
  Kakek : KH. Shiddiq
  Ayah : KH. Abdullah bin  umar Basyaiban BaAlawi
  Ibu : Putri dari KH shiddiq
  Mertua : KH. Ahmad Qusyairi
  Istri : Nyai H. Nafisah
  Keturunan : 5 putra dan 1 putri

3.      Masa kecil
  Beliau mula-mula belajar membaca al-Quran dari ayahnya. Pada umur sembilan tahun, ayahnya mulai mengajarinya ilmu fiqh dasar.
  Tiga tahun kemudian, cucu kesayangan itu mulai pisah dari orangtua, untuk menimba ilmu di pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari, Jember, Jawa Timur.

4.      Masa Remaja
  Pada usia 12 tahun, ia mulai berkelana. Mula-mula ia belajar di pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari, Jember. Tak lama kemudian dia pindah ke pesantren di Kasingan, Rembang. Di desa itu dan desa-desa sekitarnya, ia belajar fiqh, hadits, tafsir dan lain lain. Pada usia 18 tahun, ia pindah lagi ke Termas, Pacitan, Jawa Timur.
  Sepulang dari pesantren itu, ia tinggal di Pasuruan, bersama orangtuanya. Di sini pun semangat keilmuannya tak pernah Padam. Dengan tekun, setiap hari ia mengikuti pengajian Habib Ja’far, ulama besar di Pasuruan saat itu, tentang ilmu tasawwuf.

5.      Pernikahan dengan Nyai Nafisah
  Beliau  menikah dengan Nyai H. Nafisah  ketika berusia 22 tahun dan dikaruniai 6 orang anak salah satunya  putri.
  Keluarga kecil beliau diuji oleh Allah dengan wafat anaknya yang pertama beliau (Anas) dan  anak  kedua  beliau  (Zainab).
  Beliau  pernah tidak disapa oleh sang istri selama kurang lebih 4 tahun.
  “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak Utowo keluarga, ndak endang munggah derajate (Orangtua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak atau keluarga, ia tidak lekas naik derajatnya)”.

6.      Karya Romo kyai
      Diantara karyanya, antara lain, Nadzam Sulam Taufiq, yaitu menyairkan kitab terkenal di pondok
      pesantren, Sulam Taufiq. Sebuah kitab yang berisi akidah, syari’ah, akhlaq dan tasawuf.     
      Sedangkan Thariqah beliau adalah Syadziliyah. Menurut beberapa sumber ada yang mengatakan
      mengambil thariqah dari KH. Mustaqiem Husein, ada sumber lain menyebutkan dari Syeikh
      Abdurrazaq Termas.

7.      Ajaran Romo Kyai
  Idkhalus surur
  Sabar
  Sederhana
  Berpakaian rapi
  Ta’dzim kesemua orang
  Memerangi hawa nafsu
  Kepedulian sosial
  Syariat, tariqat, haqiqat beliau amalkan

8.      Karomah Romo Kyai
  Mengambil buah kurma madinah (Ajwa) dari sakunya.
  Weruh sak durunge winarah.
  Mengajar setelah beliau wafat.

9.      Manusia Biasa
  Kiai Hamid, seperti para wali lainnya, adalah tiang penyangga masyarakatnya.
  Beliau adalah teladan, beliau adalah panutan.
Beliau dipuja, di mana-mana dirubung orang, ke mana-mana dikejar orang (walaupun beliau sendiri tidak suka, bahkan marah kalau ada yang mengkultuskan beliau).

10.  Wafatnya Romo Kyai
  Sabtu, 9 Rabiul Awal 1403 H, bertepatan dengan 25 Desember 1982 M, menjadi awal berkabung
  panjang bagi msyarakat muslim Pasuruan, dan muslim di tempat lain. Pasuruan bisu, gelap dan
  sunyi  oleh duka yang  mendalam. KH. Ali Ma’shum Jogjakarta  sebagai komando salat jenazah
  Romo Kyai Haji Abdul Hamid bin abdullah bin Umar.

0 komentar:

Posting Komentar