Nama : Abdul
Mu’thi (dul)
Putra keempat dari tujuh belas
bersaudara.
Tempat tanggal lahir :
Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang (jateng)
1333 H.
Pendidikan : Pesantren Talangsari,
Jember; Pesantren Kasingan, Rembang, Jateng;
Pesantren Termas, Pacitan, Jatim.
2. Keluarga beliau
— Kakek : KH. Shiddiq
— Ayah : KH. Abdullah bin
umar Basyaiban BaAlawi
— Ibu : Putri dari KH shiddiq
— Mertua : KH. Ahmad Qusyairi
— Istri : Nyai H. Nafisah
— Keturunan : 5 putra dan 1 putri
3. Masa kecil
— Beliau mula-mula belajar membaca al-Quran dari ayahnya. Pada
umur sembilan tahun, ayahnya mulai mengajarinya ilmu fiqh dasar.
— Tiga tahun kemudian, cucu kesayangan itu mulai pisah dari
orangtua, untuk menimba ilmu di pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari,
Jember, Jawa Timur.
4. Masa Remaja
— Pada usia 12 tahun, ia mulai berkelana. Mula-mula ia belajar di
pesantren kakeknya, KH. Shiddiq, di Talangsari, Jember. Tak lama kemudian dia
pindah ke pesantren di Kasingan, Rembang. Di desa itu dan desa-desa sekitarnya,
ia belajar fiqh, hadits, tafsir dan lain lain. Pada usia 18 tahun, ia pindah
lagi ke Termas, Pacitan, Jawa Timur.
— Sepulang dari pesantren itu, ia tinggal di Pasuruan, bersama
orangtuanya. Di sini pun semangat keilmuannya tak pernah Padam. Dengan tekun,
setiap hari ia mengikuti pengajian Habib Ja’far, ulama besar di Pasuruan saat
itu, tentang ilmu tasawwuf.
5. Pernikahan dengan Nyai Nafisah
— Beliau menikah dengan
Nyai H. Nafisah ketika berusia 22 tahun
dan dikaruniai 6 orang anak salah satunya
putri.
— Keluarga kecil beliau diuji oleh Allah dengan wafat anaknya yang
pertama beliau (Anas) dan anak kedua
beliau (Zainab).
— Beliau pernah tidak
disapa oleh sang istri selama kurang lebih 4 tahun.
— “Uwong tuo kapan ndak digudo karo anak Utowo keluarga, ndak
endang munggah derajate (Orangtua kalau tidak pernah mendapat cobaan dari anak
atau keluarga, ia tidak lekas naik derajatnya)”.
6. Karya Romo kyai
Diantara
karyanya, antara lain, Nadzam Sulam Taufiq, yaitu menyairkan kitab terkenal di
pondok
pesantren, Sulam Taufiq. Sebuah kitab yang berisi akidah, syari’ah, akhlaq dan tasawuf.
Sedangkan Thariqah beliau adalah Syadziliyah. Menurut beberapa sumber ada yang mengatakan
mengambil thariqah dari KH. Mustaqiem Husein, ada sumber lain menyebutkan dari Syeikh
Abdurrazaq Termas.
pesantren, Sulam Taufiq. Sebuah kitab yang berisi akidah, syari’ah, akhlaq dan tasawuf.
Sedangkan Thariqah beliau adalah Syadziliyah. Menurut beberapa sumber ada yang mengatakan
mengambil thariqah dari KH. Mustaqiem Husein, ada sumber lain menyebutkan dari Syeikh
Abdurrazaq Termas.
7. Ajaran Romo Kyai
— Idkhalus surur
— Sabar
— Sederhana
— Berpakaian rapi
— Ta’dzim kesemua orang
— Memerangi hawa nafsu
— Kepedulian sosial
— Syariat, tariqat, haqiqat beliau amalkan
8. Karomah Romo Kyai
— Mengambil buah kurma madinah (Ajwa) dari sakunya.
— Weruh sak durunge winarah.
— Mengajar setelah beliau wafat.
9. Manusia Biasa
— Kiai Hamid, seperti para wali lainnya, adalah tiang penyangga
masyarakatnya.
— Beliau adalah teladan, beliau adalah panutan.
— Beliau dipuja, di mana-mana dirubung orang, ke mana-mana dikejar
orang (walaupun beliau sendiri tidak suka, bahkan marah kalau ada yang
mengkultuskan beliau).
10. Wafatnya Romo Kyai
— Sabtu, 9
Rabiul Awal 1403 H, bertepatan dengan 25 Desember 1982 M, menjadi awal
berkabung
panjang bagi msyarakat muslim Pasuruan, dan muslim di tempat lain. Pasuruan bisu, gelap dan
sunyi oleh duka yang mendalam. KH. Ali Ma’shum Jogjakarta sebagai komando salat jenazah
Romo Kyai Haji Abdul Hamid bin abdullah bin Umar.
panjang bagi msyarakat muslim Pasuruan, dan muslim di tempat lain. Pasuruan bisu, gelap dan
sunyi oleh duka yang mendalam. KH. Ali Ma’shum Jogjakarta sebagai komando salat jenazah
Romo Kyai Haji Abdul Hamid bin abdullah bin Umar.
0 komentar:
Posting Komentar